Aceh Utara – Sejumlah warga dari tiga desa di Kecamatan Paya Bakong dan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, menyatakan penolakan terhadap surat somasi yang dilayangkan oleh PT Bahruny Plantation Company (Bapco), sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit pemegang izin Hak Guna Usaha (HGU) di kawasan tersebut.
Somasi tertanggal 8 Maret 2025 itu dinilai warga sebagai bentuk tekanan sepihak yang tidak memiliki legitimasi yang jelas. Dalam somasi tersebut, PT Bapco meminta agar masyarakat segera meninggalkan sejumlah kavling lahan yang diklaim sebagai bagian dari areal HGU perusahaan.
Penolakan disampaikan secara terbuka oleh belasan warga dari Desa Alue Lhok, Seuneubok Aceh, dan Buket Pidie. Mereka didampingi oleh para geuchik (kepala desa) masing-masing saat memberikan keterangan kepada wartawan pada Rabu (25/6/2025).
“Kami telah menggarap lahan ini sejak tahun 1998. Ini dulunya hutan rimba yang kami sulap jadi lahan pemukiman dan perkebunan. Baru pada tahun 2022 muncul klaim dari perusahaan yang menyebutkan lahan ini bagian dari HGU mereka,” ujar Sofian, warga Alue Lhok.
Menurut Sofian, warga menanam berbagai komoditas seperti pisang, pinang, dan kakao di atas lahan tersebut. Namun tiba-tiba mereka menerima surat somasi dari PT Bapco, yang memberikan tenggat waktu 14 hari untuk meninggalkan lahan.
Bukhari, Geuchik Alue Lhok, membenarkan adanya somasi yang dikirimkan kepada tiga desa. “Isi surat itu berupa Somasi I dan Somasi II sekaligus, masing-masing dengan waktu 7 hari. Artinya, total warga hanya diberikan waktu 14 hari untuk angkat kaki dari tanah yang sudah mereka tempati puluhan tahun,” ujarnya.
Dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani bersama, warga menegaskan akan mempertahankan lahan yang telah mereka garap sejak puluhan tahun, bahkan jika harus menghadapi risiko besar. Mereka juga mendesak pemerintah turun tangan menyelesaikan persoalan ini secara adil.
Sementara itu, manajemen PT Bapco melalui Manajer Adi Santoso membenarkan bahwa somasi telah dikirimkan kepada masyarakat di tiga desa. Pihaknya berdalih bahwa somasi adalah bentuk komunikasi legal yang wajar untuk mempertahankan hak atas tanah berdasarkan dokumen HGU yang dimiliki.
“PT Bapco memiliki legalitas kuat terhadap areal perkebunan ini. Somasi itu bagian dari upaya klarifikasi kepada pihak-pihak yang kami nilai telah menguasai lahan milik perusahaan,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Adi juga membantah tudingan bahwa perusahaan telah menelantarkan lahan seluas sekitar 59,5 hektare yang kini dihuni warga. Ia menegaskan bahwa seluruh lahan HGU milik perusahaan masih berada dalam pengelolaan yang sah dan tidak mengancam lingkungan sekitar.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah daerah maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait persoalan tersebut. Masyarakat berharap pemerintah tidak tutup mata terhadap konflik lahan yang rawan menimbulkan konflik horizontal jika tidak segera diselesaikan secara terbuka dan adil.
Sumber Artikel: Jmnpost.com