Aceh Utara — Geuchik Gampong Blang Majron, Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara, diduga kuat mengabaikan kesepakatan penting hasil rapat mediasi bersama Muspika pada 5 Juni 2025.
Mediasi tersebut dilakukan sebagai respons atas konflik antara Geuchik dan Tuha Peut terkait penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Gampong (RKP) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG) yang dibuat secara sepihak oleh Geuchik, tanpa melewati tahapan dan prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam mediasi yang dimediasi oleh Camat, Kapolsek, Danramil, Sekcam, dan unsur Muspika lainnya, disepakati solusi sementara: Dana Desa dari Kas Negara dicairkan terlebih dahulu ke rekening Giro Desa, namun realisasi penggunaannya baru diperbolehkan setelah adanya APBG Perubahan yang disepakati melalui musyawarah bersama antara Geuchik dan Tuha Peut.
—
Geuchik Langgar Tahapan Pembangunan Sesuai Permendesa
Berdasarkan Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 Pasal 14, pembangunan desa harus melalui empat tahapan:
1. Pendataan Desa
2. Perencanaan Pembangunan Desa
3. Pelaksanaan Pembangunan Desa
4. Pertanggungjawaban Pembangunan Desa
Tahap awal berupa Pendataan Desa dilakukan oleh pemerintah desa melalui pembentukan kelompok pendataan yang melibatkan masyarakat, yang hasilnya dimasukkan ke dalam Sistem Informasi Desa (SID) berbasis SDGs. Dalam hal ini, Tuha Peut hanya berperan memberikan masukan dan koreksi jika terdapat ketidaksesuaian data berdasarkan masukan warga.
Tahap berikutnya adalah Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana diatur dalam Permendesa No. 2 Tahun 2024 tentang Fokus Dana Desa 2025, yang dilaksanakan melalui:
Pembentukan Tim Penyusun RKP
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Desa (Musdes/Musdus)
Penyusunan dan pembahasan RKP oleh tim
Pengesahan RKP dalam Musrenbangdes bersama Tuha Peut
RKP yang telah disepakati menjadi dasar penyusunan RAPBG, yang kembali dibahas dan disahkan bersama Tuha Peut, lalu diajukan ke Camat untuk evaluasi. Jika disetujui, barulah APBG ditetapkan oleh Geuchik dan diumumkan secara terbuka kepada masyarakat.
Namun dalam praktiknya, semua tahapan itu diduga diabaikan oleh Geuchik Blang Majron. RKP dan APBG disusun sepihak tanpa pembentukan tim, tanpa Musdus/Musdes, tanpa Musrenbang, dan tanpa keterlibatan masyarakat maupun Tuha Peut.
—
Tuha Peut Tandatangani Dokumen Karena Tekanan Batas Waktu
Ketua Tuha Peut mengungkapkan bahwa penandatanganan dokumen RKP dan APBG dilakukan bukan karena menyetujui isinya, melainkan karena tekanan waktu dari pihak Muspika yang menyampaikan bahwa jika tidak segera ditandatangani sebelum 5 Juni 2025, maka Dana Desa tahap I akan gagal dicairkan.
“Kami dipaksa memilih: tanda tangan atau Dana Desa hangus. Maka kami menyetujui dengan syarat: penggunaan dana tidak boleh dilakukan sebelum adanya musyawarah ulang dan APBG Perubahan. Termasuk data penerima BLT harus dirapatkan ulang bersama masyarakat,” tegas Ketua Tuha Peut.
—
Geuchik Tidak Menepati Janji, Masyarakat dan Aparatur Resah
Setelah Dana Desa masuk ke rekening Giro Desa, Geuchik justru mengabaikan isi kesepakatan mediasi. Hingga Sabtu, 21 Juni 2025, musyawarah desa belum pernah dilaksanakan, dan tidak ada itikad dari Geuchik untuk memenuhi syarat pencairan dana secara legal.
Ketua Tuha Peut menyebut telah berkali-kali menyampaikan teguran secara lisan, namun tidak mendapat tanggapan. “Kami frustrasi. Masyarakat menuntut penyaluran BLT dan pelaksanaan kegiatan desa, tapi tanpa APBG Perubahan semua tidak bisa dilaksanakan,” ungkapnya.
Camat Keluarkan Surat Resmi, Namun Tetap Diabaikan
Sebagai tindak lanjut dari mediasi, Camat Syamtalira Bayu telah mengeluarkan surat nomor 414.26/623 tertanggal 19 Juni 2025 yang memerintahkan Geuchik segera melaksanakan musyawarah desa sebagaimana tertuang dalam kesepakatan 5 Juni.
Surat tersebut ditembuskan kepada Kapolsek, Danramil, Ketua Tuha Peut, Pendamping Desa, Imum Mukim, dan tokoh masyarakat. Namun hingga berita ini diturunkan, Geuchik tetap tidak merespon instruksi tertulis tersebut.
—
Dana Sudah Masuk Giro, Tapi Tidak Bisa Digunakan
Dana Desa tahap I memang sudah masuk ke rekening Giro Desa, tetapi tidak dapat digunakan karena belum ada APBG Perubahan yang sah. Hal ini sesuai dengan isi perjanjian mediasi dan juga sejalan dengan ketentuan hukum dalam tata kelola Dana Desa.
“Kami khawatir dana ini hanya mengendap di bank. Padahal itu uang rakyat. BLT belum bisa disalurkan, dan sisa waktu tahun anggaran makin sedikit,” ujar salah satu anggota Tuha Peut.
—
Tuha Peut Desak Muspika Ambil Tindakan Tegas
Ketidakpatuhan Geuchik terhadap hasil mediasi yang dihadiri dan disaksikan langsung oleh Muspika, menurut Tuha Peut, telah mencederai wibawa lembaga pemerintahan kecamatan.
“Jika Muspika sudah keluarkan surat resmi pun tak dihiraukan, bagaimana mungkin pemerintahan desa bisa dikontrol? Kami minta Camat, Kapolsek, dan Danramil segera bertindak. Bila perlu, kami siap mendorong rekomendasi pemberhentian sementara Geuchik karena menghambat hak-hak masyarakat,” ujar anggota Tuha Peut lainnya.
—
Catatan Redaksi:
Kasus di Gampong Blang Majron adalah cermin buruk dari tata kelola pemerintahan desa yang mengabaikan prinsip partisipatif dan transparansi. Ketika seorang Geuchik mengangkangi seluruh tahapan pembangunan yang telah diatur dalam peraturan, dan menolak bermusyawarah sekalipun sudah ditegur secara resmi oleh Muspika, maka persoalan ini tidak lagi cukup diselesaikan secara administratif—melainkan perlu intervensi hukum dan sanksi yang tegas demi menyelamatkan hak-hak masyarakat.
Artikel berita ini perlu konfirmasi lebih lanjut dengan pihak pihak terkait