Aceh – Ketua Majelis Pengurus Wilayah Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Aceh, Dr Taqwaddin Husin mengharapkan kearifan Bapak Presiden Prabowo untuk selesaikan masalah 4 (empat) pulau yang sejak dahulu kala hingga selama ini masuk dalam wilayah Aceh Singkil, tetapi karena kebijakan Kemendagri 2025 menjadi bahagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara, Rabu (11/6/2025).
Persoalan ini muncul sebagai akibat kebijakan dalam ranah eksekutif yaitu karena adanya Keputusan Mendagri Tito Karnavian Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang menetapkan Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai bahagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara.
”Karena ini akibat kebijakan eksekutif yang sifatnya sangat politis dan antropologis karena menyangkut marwah orang-orang Aceh.
Sehingga, tak tepat kiranya jika masalah ini dibawa ke ranah judikatif sebagaimana yang ditawarkan Mendagri ”. Ungkap Dr Taqwaddin, Akademisi Hukum USK yang juga Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor.
Selain itu, Ketua ICMI Aceh juga menyatakan bahwa adanya kebijakan tersebut telah menimbulkan pengingkaran terhadap MoU Helsinki, dimana dalam poin 1.1.4. MoU tersebut tegas disebutkan bahwa Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956.
Sedangkan Kebijakan Mendagri 2025 sama sekali tidak mempertimbangkan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Dalam Pembukaan MoU Helsinki, tegas disepakati bahwa Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan komitmen mereka untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua.
Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia. Adanya kebijakan Kemendagri ini menimbulkan ketidakadilan dalam negara kesatuan RI.
Selain mengingkari MoU Helsinki, Kebijakan Mendagri juga melanggar perintah dalam Pasal 8 ayat (3) UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yaitu Kebijakan Administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintah Aceh yang akan dibuat okeh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur.
Kami sebagai sebagai salah satu komponen masyarakat Aceh sangat mengharapkan kearifan Bapak Presiden untuk segera mengambil kebijakan mengembalikan pulau-pulau tersebut sekaligus mengevaluasi Kemendagri. Kami yakin bapak Presiden dengan segala kearifannya dapat memahami suasana batin orang-orang Aceh saat ini.
Kami tidak ingin suasana damai yang baru kami rasakan selama 20 tahun ini menjadi riuh gara-gara kebijakan Mendagri ini. Hal ini hemat kami, perlu atensi dari Bapak Presiden karena persoalan ini berpotensi memicu munculnya luka baru di atas luka lama yang belum benar-benar sembuh.
Jangan sampai gara-gara kebijakan yang tidak patut ini memunculkan kegaduhan dan keretakan yang berpotensi menggangu keutuhan NKRI. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan agar bapak Presiden segera mengembalikan keempat pulau tersebut dalam wilayah Provinsi Aceh”. Demikian ungkap Dr Taqwaddin mewakili para cendekia di Aceh.(Rizki Maulizar)