Lhokseumawe, 12Juni 2025 — Kekecewaan mendalam disampaikan oleh sejumlah nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) yang merasa telah dipermainkan selama berbulan-bulan dalam proses pinjaman lanjutan (top-up atau take-over) pembiayaan kendaraan. Ironisnya, konsumen yang justru memiliki rekam jejak baik, disiplin, dan tak pernah menunggak malah menjadi korban sistem yang diduga tidak transparan dan tidak beritikad baik.
Salah satu nasabah menyampaikan bahwa ia mengajukan pembiayaan lanjutan sejak lebih dari tiga bulan lalu, dan hingga kini tidak ada keputusan final dari pihak BSI. Setiap kali ditanyakan, pihak bank memberikan jawaban normatif seperti “masih dalam proses” atau “tunggu verifikasi,” tanpa memberi kejelasan batas waktu ataupun alasan penundaan.
“Saya pikir karena saya punya track record baik, prosesnya akan mudah. Tapi ternyata makin rumit. Mereka malah keluarkan aturan baru di tengah jalan yang tidak pernah dijelaskan sebelumnya. Rasanya seperti dibodohi,” ujar nasabah yang kecewa.
Yang paling disesalkan, menurut nasabah, adalah munculnya aturan-aturan baru secara sepihak saat proses sudah berjalan. Aturan ini tidak pernah dijelaskan di awal, dan terkesan dibuat untuk mempersulit, bukan membantu. Bahkan, beberapa permintaan dokumen dinilai berlebihan dan berulang, seolah memperlambat dengan sengaja.
“Kalau dari awal jelas aturannya, saya bisa siapkan. Tapi ini seperti mereka buat-buat aturan baru supaya saya mundur sendiri. Sangat tidak profesional,” tegasnya.
Nasabah juga merasa bahwa komitmen pelayanan berbasis prinsip syariah yang transparan dan adil tidak tercermin dalam praktiknya. Alih-alih memberi kemudahan, pelayanan justru membuat konsumen merasa kecil, lelah, dan akhirnya terpaksa mempertimbangkan pembatalan, meskipun telah menyetor uang muka dalam jumlah besar.
Seruan kepada OJK dan Masyarakat
Nasabah meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera mengaudit proses pembiayaan di BSI, terutama terkait penanganan pinjaman lanjutan dan kejelasan prosedur internal. Hal ini penting agar lembaga syariah tidak kehilangan kepercayaan publik akibat ulah sistem atau oknum yang menyimpang.
Penutup: Kejadian ini menjadi pengingat penting bahwa reputasi lembaga keuangan syariah tidak hanya dibangun lewat nama, tapi lewat praktik nyata yang jujur, adil, dan profesional. Masyarakat diimbau untuk mencatat, menyimpan bukti komunikasi, dan tidak segan menyuarakan ketidakadilan melalui kanal resmi maupun media publik.(Zarnuji)