Aceh Utara – Pengelolaan Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) Meunasah Mee, Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara diduga tak beres dan terkesan tidak transparan.
Hal itu mencuat masyarakat Gampong Meunasah Mee merasa pengelolaan BUMG terkesan tidak transparan, setahu warga, ada tiga tahun anggaran untuk BUMG diplot dari Dana Desa, Tahun 2019, 2021 dan 2022.
Kata warga, jangakan berapa anggaran dan keuntungan laba, nama BUMG siapa ketuanya, sekretaris dan bendahara kami tidak tahu, yang kami dengar-dengar semasa Pj ada dibeli tanah sawah, sementara waktu masa Geuchik info yang kami tahu hanya “Gala Blang” (Gadai sawah) dan pembelian molen aduk semen,” ucap warga.
” Soal keuntungan kami tidak tahu, berapa labanya, kemana digunakan, menurut kami ini sangat tertutup tidak transparan,” tambah warga, Rabu, 10/09/2025.
Harapan masyarakat kepada pihak Aparat Penegak Hukum (APH), untuk turun langsung mengaudit pengunaan Dana Desa dan BUMG, agar kami tahu kemana uang negara tersebut mengalir,” pungkas warga.
Sementara itu Geuchik Gampong Meunasah Mee, Bahtiar, saat dikonfirmasi awak media mengatakan, tahun 2019 Pj Geuchik yang plot anggaran untuk BUMG bang, berapa jumlahnya dan apa yang dikelola saya tidak tahu, karena saya dilantik di tahun 2020.
” Tahun 2021 ada saya plot anggaran untuk BUMG sebesar 70 juta rupiah, waktu itu untuk “Gala Blang” (gadai sawah), sementara ditahun 2022 cuma 20 juta rupiah untuk pembelian molen aduk semen,” ucap Bahtiar.
” Soal keuntungan BUMG, hasil tersebut saya ada pembelian kambing kita makan sama sama di meunasah (Surau), sementara ditahun 2025 ada ada hasil keuntungan di sawah sekitar 3 juta rupiah dan ada sewa keude yang saya plot juga dari BUMG 5 juta, sudah saya bagikan paket lebaran,” ucapnya.
Geuchik Bahtiar juga terkesan merendahkan awak media, semua masyarakat merasakan hasil keuntungan BUMG, cuma kalian (Wartawan) yang tidak merasakan karena belum kenal saya,” pungkasnya.
Mantan Pj Geuchik Meunasah Mee yang menjabat di Tahun 2019, saat dikonfirmasi, membenarkan ada diplot anggaran BUMG dari Dana Desa untuk membeli tanah sawah sekitar 1.200 meter persegi, tetapi iya sudah lupa berapa anggarannya waktu itu, namun iya akan mencari kwitansinya dikirim kepada awak media.
” Kalau tahun 2019 betul saya Pj, dana tersebut sudah saya transfer ke rekening BUMG untuk beli tanah sawah sekitar 1.200 meter persegi, tapi saya lupa berapa anggarannya waktu itu, nanti saya akan lihat kwitansi dan APBG,” ucapnya.
Dua pengelola BUMG saat dikonfirmasi awak media, belum memberikan tanggapan apapun, sampai berita ini tayang.
Seharusnya, BUMG (Badan Usaha Milik Gampong) dibentuk untuk memberdayakan ekonomi Gampong, meningkatkan pendapatan asli Gampong, menciptakan lapangan kerja, dan menyediakan layanan bagi masyarakat.
Dengan demikian, BUMG bertujuan utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat Gampong melalui pengelolaan aset, jasa, dan usaha lainnya dengan potensi lokal.
Geuchik Meunasah Mee, saat dikonfirmasi terkesan merendahkan profesi wartawan, jawabannya seolah olah awak media ingin merasakan hasil dari BUMG tersebut, padahal Wartawan jelas tidak boleh menerima “amplop” karena tindakan tersebut merupakan bentuk suap yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dan dapat memengaruhi independensi serta objektivitas pemberitaan.
Merendahkan atau menghina profesi wartawan dapat dipidanakan, sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa tindakan menghalangi atau menghina tugas jurnalistik dapat diancam hukuman penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp 500 juta, dengan tujuan melindungi wartawan yang bertugas.
Untuk pengelapan dana BUMG jika terbukti, Ancaman pidana untuk korupsi dana BUMDes atau BUMG mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya, terutama Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, yang menjatuhkan pidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal seumur hidup, serta denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Pelaku akan dipidana sebagai perorangan yang melakukan tindak pidana tersebut dan dapat dikenakan pidana tambahan seperti penyitaan aset.
Pasal 2 ayat (1) uud Tipikor: mengancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan maksimal seumur hidup, serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar, bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Selain pidana pokok, pelaku juga dapat dikenakan pidana tambahan, yang meliputi pencabutan hak-hak tertentu, penyitaan benda-benda tertentu yang digunakan atau hasil dari korupsi, serta pengumuman putusan hakim.
Tanggung jawab pidana hanya dijatuhkan kepada orang perorangan yang terbukti melakukan perbuatan korupsi, seperti pengurus BUMDes atau pihak lain yang terlibat.